Menu

Mode Gelap

DAERAH

BMKG : Sinergi Teknologi dan Kearifan Lokal dalam Mitigasi Krisis Air Akibat Perubahan Iklim


 Ilustrasi Krisis Air bersih (Nationalgeoraphic FOTO/Fathia Yasmine) Perbesar

Ilustrasi Krisis Air bersih (Nationalgeoraphic FOTO/Fathia Yasmine)

oditur.com – Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan berbagai bencana alam, termasuk krisis air yang dipicu oleh perubahan iklim akan melanda dunia dan Indonesia telah memiliki teknologi untuk mengatasinya, sembari mengandalkan kearifan lokal.

Dwikorita menekankan kepemilikan teknologi yang mumpuni dapat meminimalisir risiko bencana alam akibat perubahan iklim yang dihadapi.

“Indonesia memiliki kemampuan teknologi yang cukup baik, ditambah berbagai kearifan lokal budaya masyarakat yang dapat menutup kesenjangan kapasitas dan ketangguhan dalam mengatasi krisis air akibat perubahan iklim,” ujar Dwikorita di Jakarta, Selasa (17/10/2023).

Ia mengatakan dengan teknologi yang mumpuni, maka informasi dan data cuaca dan iklim dapat dipublikasikan ke masyarakat sehingga bisa melakukan berbagai langkah pencegahan, mitigasi ataupun pengurangan risiko bencana, sebelum bencana terjadi.

Dwikorita menilai saat ini terjadi kesenjangan yang lebar antara negara maju dengan negara berkembang, negara kepulauan, dan negara miskin dalam hal kapasitas sosial-ekonomi dan teknologi.

Menurutnya, hal ini berimbas pada ketangguhan suatu negara dalam beradaptasi dan memitigasi dampak perubahan iklim, terutama terkait dampak terhadap ketersediaan air, pangan dan energi.

Dwikorita memaparkan berdasarkan laporan dari Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO), 60 persen kerugian bencana di negara maju terjadi akibat perubahan iklim, namun dampak terhadap produk domestik bruto (PDB) negara tersebut hanya sekitar 0,1 persen.

Sementara negara berkembang, tujuh persen kerugian bencana bisa menyebabkan dampak hingga 5-30 persen terhadap PDB. Sedangkan bagi negara kepulauan, 20 persen dari bencana dapat berdampak hingga 50 persen terhadap PDB. Bagi beberapa negara, bahkan bisa berdampak hingga 100 persen terhadap PDB.

Situasi ini, kata Dwikorita, juga akan semakin memperparah kesenjangan ekonomi yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan dan ketangguhan masyarakat dalam beradaptasi dan memitigasi perubahan iklim.

“Negara-negara maju mungkin menganggap persoalan ini adalah persoalan sepele, namun bagi negara berkembang, kepulauan, dan miskin persoalan ini dampaknya bisa sangat besar,” imbuhnya.

Dwikorita menegaskan bahwa World Water Forum (WWF) yang akan dilangsungkan di Bali pada 18-24 Mei 2024 mendatang dapat menjadi momentum kolaborasi dalam upaya untuk menutup kesenjangan antar bangsa, untuk lebih dini dalam mengantisipasi krisis iklim dan krisis air, baik secara global ataupun regional dan lokal.

Ia menambahkan untuk mengantisipasi krisis air yang akan terjadi, butuh keterlibatan berbagai pihak, diantaranya Pihak Pemerintah, akademis, swasta, masyarakat dan media. (KS/AO)

Baca juga :  Wabah Kutu busuk menyerang kota-kota di dunia dan kebal insektisida, bagaimana cara mengatasinya?
Artikel ini telah dibaca 39 kali

Baca Lainnya

Guncangan Gempa Bumi Kota Bogor Dirasakan sampai Sukabumi

8 December 2023 - 10:18

Apple Cetak Rekor Pendapatan iPhone

4 November 2023 - 15:25

Gugatan Massal Rp31,8 Triliun Terkait Baterai iPhone yang Cacat Terus Berjalan di Pengadilan London

4 November 2023 - 14:59

Wabah Kutu busuk menyerang kota-kota di dunia dan kebal insektisida, bagaimana cara mengatasinya?

3 November 2023 - 11:28

Terkoneksi Mudah dengan TP-Link EasyMesh, Integrasi Mesh dengan Berbagai Merek Berbeda

31 October 2023 - 11:44

Aksi Peduli Siswa SD Muhammadiyah Pematang Siantar untuk Palestina

27 October 2023 - 12:11

Trending di DAERAH
Verified by MonsterInsights